sumber : google image ibu
IBU
“Ibu merupakan kata
tersejuk yang dilantunkan oleh bibir-bibir manusia..
Dan kata ‘Ibuku’
merupakan sebutan terindah..
Kata yang semerbak
penuh cinta dan impian,
Manis dan syahdu yang
memancar dari kedalaman jiwa..
Ibu adalah segalanya,
Ibu adalah penegas
kita dikala lara,
Impian kita dalam
rengsa,
Rujukan kita dikala
nista..” (Khalil Gibran, Ibu)
Sembilan bulan lamanya, beban berat itu di tanggungnya. Selama itu
juga, ia hampir tidak pernah menemukan kenyamanan hidup, segalanya menjadi
susah dan sempit. Jangankan untuk berlari, duduk pun menjadi amat berat baginya.
Pada usia kehamilan seperti ini, ia tidak lagi mampu melihat mata kakinya
sendiri. Dan, ada saat di mana ia akan berada di dunia antara hidup dan mati.
Berjuang dengan rasa sakit yang tiada terkira, agar buah cinta yang dikandungnya
bisa melihat dunia.
Saat suara tangis memecah sunyi, manusia baru telah lahir. Dalam
sekejap dunianya berubah, rasa sakit dan cemas berbalik menjadi kebahagian maha
dahsyat. Senyum mekar dari bibir manisnya. Sesekali air mata membasahi pipinya,
air mata bening, sebening cinta dan kasih sayangnya. Ia ingin segera memeluk,
menyusui dan mencium kening buah hatinya. Segala doa dan harap pun diucapkan,
kepada Sang Pemberi Hidup, agar sang buah hati menjadi anak yang berbakti.
Perjuangannya masih berlanjut,
ia masih harus merawat dan membesarkan anaknya. Di tengah malam yang dingin,
saat semua orang terlelap dalam mimpinya, ia masih terjaga untuk menenangkan anaknya
yang menangis. Sembari menyusui, ia nyanyikan lagu kehidupan dan berkisah
tentang manusia-manusia agung nan berbudi luhur. Seluruh hidupnya kini dicurahkan
buat anaknya, buah cinta yang akan melanjutkan cita-cita mulianya. Setiap saat,
ia mendidik anaknya, agar kelak menjadi manusia bermanfaat untuk orang lain.
Kita mungkin tidak akan pernah ingat, serangkaian kejadian tersebut. Tetapi,
apakah dengan tidak ingat, kita pun jadi lupa dengan sosok perempuan tangguh,
yang kita panggil Ibu? Ibu, sebuah kata yang amat singkat dan sederhana.
Tetapi, memiliki sejarah perjuangan dan pengorbanan yang panjang. Ibu adalah
pengejawantahan Sang Rahman dan Rahim. Jadi, kepada ibu dan baapak kita
harus berbakti ,sebab ridha Allah SWT ada pada ridha kedua orangtua.
Semua agama, baik agama langit atau pun bumi, mengajarkan untuk berbakti
kepada orang tua. Dalam agama Islam, berbakti bahkan menjadi kewajiban bagi
setiap anak. Hal ini diabadikan dalam surah al-Luqman, ayat 14, Allah SWT
berfirman, yang artinya “Dan kami
perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu bapaknya. Ibunya
telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya
dalam dua tahun. Bersyukurlahkepada-Ku dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya
kepada-Kulah kembalimu.”
Sehingga, tidaklah mengherankan jika nabi Muhammad SAW, sangat
memuliakan sosok ibu. Dalam sebuah riwayat, diceritakan bahwa datang seseorang
bertanya kepada Rasulullah SAW.
Orang tersebut
bertanya : “Wahai Rasulullah, kepada
siapakah saya pertama harus berbakti?”
Rasulullah menjawab :
“Ibumu..!”
Orang itu bertanya
kembali : “Kepada siapa lagi wahai
Rasulullah?”
Rasulullah menjawab :
“Ibumu..!”
Orang itu bertanya
kembali : “Lalu, siapa lagi ya
Rasulullah?”
Rasulullah menjaawab
: “Ibumu..!”
Orang tersebut
bertanya lagi : Siapa lagi ya Rasulullah?”
Rasulullah menjawab :
“Kemudian, Bapakmu.”
Dari riwayat tersebut, sebanyak 3 kali Rasulullah SAW menyebut ibu. Ini
menjadi bukti, betapa mulianya seorang ibu. Tapi apa lacur, belakangan ini tak
sedikit berita yang memuat tentang tindak kriminalitas, bahkan pembunuhan terhadap
orang tua kandungnya. “Air susu dibalas dengan air tuba,” pepatah inilah yang
paling tepat untuk menggambarkan, seorang anak yang tidak tahu balas budi.
Misalnya saja, yang terjadi di Surabaya. Sebagaimana yang dimuat dalam Kompas, selasa, 19 januari 2016,
“seorang pria di Surabaya, tega menikam ibunya berkali-kali hingga tewas, hanya
karena perselisihan tentang uang sebesar Rp. 350.000.” Apakah Rp. 350.000
adalah harga yang harus dibayarkan, untuk pengorbanan dan kasih saying selama
ini? Kejadian serupa yang lebih tragis dan memilukan, terjadi di Sumatera Barat.
Sebagaimana berita dari Sindo News,
yang dilaporkan oleh Wahyu Sikumbang, 25 Juni 2016 yang lalu. Berita itu memuat
tentang seorang anak yang tega membakar ibu kandungnya sendiri, hanya karena
disuruh salat. Ternyata panasnya api neraka yang sering di khotbahkan para dai,
tidak pernah membuat kita takut dan memilih membakar orangtua sendiri.
Peristiwa ini menjadi pertanda, umat manusia berada pada zaman edan.
Zaman di mana kemanusiaan dan moralitas, di jual secara bebas dengan harga
murah. Walhasil, manusia menjadi budak nafsu ammarah dan lawwamah.
Jiwa dan hatinya, menjadi keras dan tidak lagi mampu melihat cahaya. Akhirnya,
membunuh ibu kandung sendiri, diterima akal sehat sebagai sebuah kebenaran.
Cinta dan pengorbanan seorang ibu memanglah sangat besar. Tapi bukan
berarti, tidak ada cara yang bisa kita lakukan untuk membalasnya. Mulailah dari
hal yang sederhana, wujudkan harapannya dan jadilah anak yang berbakti. Dari
sosok seorang ibu, saya bisa belajar bahwa kesabaran dan cinta adalah semesta
yang tak terbatas. Jika tidak percaya, lihat dan bayangkanlah senyuman ibumu.
Dan, jangan lupa sambil menyitir lagu Iwan Fals, Ibu.
“Allahummaghfirli, waliwaalidayya
War hamhumaa kama rabbayani shagiira.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar