SIMDROM BUDAYA
BANNTAYAN
“Dikala kita sedang berusaha untuk belajar,
orang lain senantiasa merebut ruang dan dikala kita sedang sadar, ruang itu
telah tiada. Kekuatan dan keberhasilan bukan lahir dan bersumber dari
kemenangan akan tetapi perjuangan adalah yang melahirkan kekuatan dan ketika
menghadapi kesulitan dan tidak menyerah, maka itulah kekuatan dan keberhasilan
kita ”
Gerak globalisasi terus
menelusuri duni mulai dari kota sampai kepada daerah pedalaman (desa) dimana
rekapitalisasi menjadi sebuah sistem yang tersistematis untuk meraih misi
globalisasi dunia dan sistem ini telah menjadi habitus dominan manusia,
khususnya daerah yang tertulis dalam kitab kuno “Negarakertagama” yaitu wilayah
Bantayan. Namun sebelum kita terlalu jauh membongkar tabir globalisasi yang
berimbas pada sebuah Sindrom Budaya sebagai
akar sejarah terbentuknnya sebuah wilayah bantayan itu sendiri, maka mungkin
ada baiknya kita terlebih dahulu membahas apa itu globalisasi, bagaimana bentuk
dan wajah globalisasi itu serta bagaimana kerja-kerja globalisasi itu sendiri?.
Jauh sebelum pergeseran dunia,
ilmuwan barat sudah memprediksikan bahwa zaman keemasan moderenisme hanya
tinggal menunggu waktu dari keruntuhannya dan kejatuhannya, sehingga prediksi
tersebut telah membuat pemuja modernism menjadi khawatir akan hegimoninya dalam
kanca pertarungan coorperation-coorperation seperti CNts, WTO dll. Olehnya itu
orang-orang yang mengadopsi paham modern dalam segala hal berusaha keras
melakukan hal-hal positifistik agar doktrin dan hegimoninya tidak hilang dalam
segala aspek. Olehnya itu para generasinya senantiasa melakukan rekontruksi
pengetahuan dan bidang ilmu lainnya, agar mampu memangkan kompolitisi yang
telah dilakukan oleh arus globalisasi dan ini terbukti dengan kemampuan yang
dimilikinya mereka mampu menghipnotis generasi Negara lain dan sangat jauh
ketinggalan dari berbagai aspek khususnya di bidang ilmu pengetahuan dan
teknologi. Ironisnya kita hanya mampu melakukan copy vaste (generasi copy
vaste) dari mereka serta kita hanya tinggal menyaksikan perubahan yang telah
terjadi tanpa berusaha mengambil andil dalam perubahan tersebut, dalam artian
kita hanya mampu menjadi menonton dari apa-apa yang telah dilakukan oleh
orang-orang barat. Bagi saya ini sangat memalukan bagi negerasi kita sekarang
yang hanya bisa terima jadi tanpa mau mencoba melakukan rekonstruksi gagasan
yang sesuai dengan kondisi geo-grafisnya suatu wilayah khususnya Bantayan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar