Beranda

Jumat, 21 Juni 2019

Pertemuan Kedua

Sumber: noviannto.wordpress.com
       Perjumpaanku dengan Rumi membuka noktah hitam yang menyelimutiku. Rumi, seorang lelaki tua khas dengan capingnya yang usang. Jenggot putih lebat menjuntai hingga dada.
  Ada satu yang menarik darinya, tingkahnya kadang nyeleneh dan susah dimengerti disertai tawa setelahnya. Tapi siapa sangka ia begitu puitis. Tapi saya lebih suka menyebutnya suka ngawur.
  Seperti malam ini, sembari metap purnama ia pun berceloteh, "Hari ini, seperti hari lainnya, kita terjaga dengan perasaan hampa dan ketakutan." Ia lalu tertawa dan diam. 
   Kini telunjuknya menuding purnama, "Luka adalah tempat di mana cahaya masuki Anda."

Sabtu, 15 Juni 2019

Amarah

Akhirnya, muntab jua. Api yang bertahun-tahun coba kau matikan, membakar kembali jiwamu. Terpuruk, merasa kalah, kuputuskan mengunjungi Kedai Imaji. Usai memesan kopi tiwus, kupilih membuang diri di meja nomor 10 yang terletak di pojok belakang. Selain dekat musallah, juga tempat favorit si kakek Rumi.

Sang barista menghampiri, "Kopi tiwus ini mengajarkan walau tak ada yang sempurna, hidup ini indah begini adanya," katanya sok filosofis sembari menaruh kopi di meja. Sunyi kembali.

Dari musallah samar-samar terdengar suara Aa berkhotbah di mimbar, "Siapakah orang yang kurang ilmu? Dialah orang yang mengandalkan otot dan amarah dalam menyikapi segala sesuatu." Aku tak bisa mengelak.