"Tahukah engkau sayang, kenapa aku mencintai sunyi? Bukan karena aku tidak suka keramaian. Tetapi lewat pelajaran agamaku di sekolah, aku tahu kesunyian yang menemaniku di alam rahim. Bersama kesunyian itu juga, katanya aku bicara dengan Tuhanku. Lalu aku lahir dan disambut oleh keramaian. Gelak tawa dan tangis. Bapakku menimangku dan meneriakkan adzan ditelingaku. Tapi suara Tuhan telah lenyap, tenggelam dalam kegaduhan. Dan kini, suara-suara makhluk mencoba menyamai suara-suara Tuhan. Memaki, melaknat, dengan lisan yang katanya itu suara tuhan. Sedang Tuhan seperti membisu. Suaranya hilang dalam kegaduhan."
"Kau tahu sayang.. dalam kesunyian yang kutemukan dalam kesepian, aku sedang mencoba mendengarkan suara Tuhan. Jadi tak usahlah kau cemburu, karena sama saja kau cemburu pada Tuhan. Sedang Tuhan jauh lebih cemburu jika aku lebih mencintaimu dan engkau lebih mencintaiku."
"Saya kemarilah.. aku ingin jujur satu hal lagi tentang kesunyian yang kucintai itu. Tapi berjanjilah, kau jangan marah apa lagi membenciku seperti kebencian yang dimiliki orang-orang di luar sana yang mengaku lebih suci dari saudaranya yang menyembah Tuhan dengan cara yang berbeda. Kemarilah sayang, lebih dekatlah agar kesunyian yang kurasakan bisa kau rasakan juga walaupun kau dan aku tidak lagi kesepian."
"Sayang, dengarlah baik-baik, satu waktu dalam perjalananku mencari kesunyian sejati, aku bertemu kesunyian lain. Gelap. Mencekam. Aku belum takut saat itu. Dalam kesunyian itu, hampir kupetik mahkota Tuhan dan menumpahkan darahku di tempat di mana Tuhan pertama kali bicara dengan kita. Aku berpikir Tuhan ada di sana saat aku bermain-main dengan semua itu. Hingga aku sadar setelah Tuhan memberiku tanda lewat air mata dan ingatan tentang "ibu" sayang. Aku tersentak dan ingat bahwa mahkota itulah yang dimainkan oleh buyutku sehingga Tuhan murka dan mengusir mereka dari rumah sayang. Terdamparlah kita semua dalam dunia yang gaduh ini."
"Jangan menangis sayangku. Usaplah air matamu. Ketinggalkan kesunyian itu dan berjalan lebih jauh sayang. Walaupun setiap langkahku dihantui sesal, tapi aku tahu Tuhan menerima Tobatku seperti Dia menerima tobat buyutku dan menganugerahinya dengan rahmat yang tak ada putusnya."
"Sayang.. saat ini aku masih mencintai kesunyian. Sebab dalam kesunyian, aku selalu bertemu dengan diriku yang lain. Di yang kutinggalkan dalam kesunyian yang kubenci itu. Aku tidak bisa membunuhnya sebab dia adalah aku. Tapi dalam kesunyian aku bisa bertarung dengannya. Dalam kesunyian, aku bisa berbicara dan mengajaknya untuk bersama-sama bertemu dengan Tuhan."