Republika.co.id
Malam ini, disepanjang jalan dari Macanda ke Pattallassang, angin begitu keras menampar pipiku yg mungil, lucu, kusut, dan berantakan. Sedang jemariku yg kanan erat memegang setir motor sembari terus menarik ulur gasnya. Tanpa kusadari Bahlul yg kubonceng sudah pucat kesi, tanganya memeluk erat pinggangku. "Kenapa buru-buru Cong? Entar juga sampai," katanya gemetar. "Dengan menarik ulur gas motor, aku ingat kematian. Aku ingat Tuhan. Dan aku sadar bahwa aku ternyata masih mencintai dunia ini. Lalu aku pun ingat, masih banyak hal yg mesti kulakukan di dunia Lul," kataku, sok. "Hehe.. iye Cong, dan kau juga belum nikah, jomblo pula." Sunyi menyergap. Gas motor full. Yamaha semakin di depan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar